Pages

Senin, 08 November 2010

VLSM (V-Class Jaringan Komputer Lanjut)

IP = 200.0.1.0/24

Jumlah divisi = 5

Jumlah lantai = 5

Jumlah router per lantai = 5

Subnet untuk Router per divisi = 5x (5x 3 Host + 5x (NID+BID))

Berarti 2n – 2 >= 125, n = 7, jumlah vlsm = 128
Net prefix = 32 – 7 = 25
IP router menjadi 200.0.1.0/25 – 200.0.1.127/25 dengan netmask 255.255.255.128

  • Pembagian Host/router = 5



    #Subnet untuk Router per lantai = 5x2 Host + 5x(NID + BID) = 20

    Berarti 2n – 2 >= 20, n = 5, jumlah vlsm = 32
    Net prefix = 32 – 5 = 27
    IP router menjadi 200.0.1.128/27 – 200.0.1.159/27 dengan netmask 255.255.255.224

    • Pembagian Host/router = 4


    #Subnet untuk per divisi per lantai = 79host + 5 router + NID + BID = 86

    IP = 200.0.2.0/24
    Berarti 2n – 2 >= 86, n = 7, jumlah vlsm = 128
    Net prefix = 32 – 5 = 27
    IP router menjadi 200.0.2.0/25 – 200.0.2.127/25 dengan netmask 255.255.255.128
    • Pembagian Host/router = 7



    #Subnet per divisi dengan range IP sesuai kebutuhan dengan VLSM
    • Hasil Subnet

    • Gambar skema Network




    Selasa, 02 November 2010

    Subnetting IP Kelas B

    Sebelum kita membahas mengenai subnetting pada IP Kelas B, terlebih dahulu kita lihat pengertian dari subnetting itu sendiri. Subnetting adalah sebuah teknik yang mengizinkan para administrator jaringan untuk memanfaatkan 32 bit IP address yang tersedia dengan lebih efisien. Teknik subnetting membuat skala jaringan lebih luas dan tidak dibatas oleh kelas-kelas IP (IP Classes) A, B, dan C yang sudah diatur. Dengan subnetting, anda bisa membuat network dengan batasan host yang lebih realistis sesuai kebutuhan.Subnetting menyediakan cara yang lebih fleksibel untuk menentukan bagian mana dari sebuah 32 bit IP adddress yang mewakili netword ID dan bagian mana yang mewakili host ID.



    Dengan kelas-kelas IP address standar, hanya 3 kemungkinan network ID yang tersedia; 8 bit untuk kelas A, 16 bit untuk kelas B, dan 24 bit untuk kelas C. Subnetting mengizinkan anda memilih angka bit acak (arbitrary number) untuk digunakan sebagai network ID.

    Dua alasan utama melakukan subnetting:

    1. Mengalokasikan IP address yang terbatas supaya lebih efisien. Jika internet terbatas oleh alamat-alamat di kelas A, B, dan C, tiap network akan memliki 254, 65.000, atau 16 juta IP address untuk host devicenya. Walaupun terdapat banyak network dengan jumlah host lebih dari 254, namun hanya sedikit network (kalau tidak mau dibilang ada) yang memiliki host sebanyak 65.000 atau 16 juta. Dan network yang memiliki lebih dari 254 device akan membutuhkan alokasi kelas B dan mungkin akan menghamburkan percuma sekitar 10 ribuan IP address.

    2. Alasan kedua adalah, walaupun sebuah organisasi memiliki ribuan host device, mengoperasikan semua device tersebut di dalam network ID yang sama akan memperlambat network. Cara TCP/IP bekerja mengatur agar semua komputer dengan network ID yang sama harus berada di physical network yang sama juga. Physical network memiliki domain broadcast yang sama, yang berarti sebuah medium network harus membawa semua traffic untuk network. Karena alasan kinerja, network biasanya disegmentasikan ke dalam domain broadcast yang lebih kecil – bahkan lebih kecil – dari Class C address.

    Subnets

    Subnet adalah network yang berada di dalam sebuah network lain (Class A, B, dan C). Subnets dibuat menggunakan satu atau lebih bit-bit di dalam host Class A, B, atau C untuk memperlebar network ID. Jika standar network ID adalah 8, 16, dan 24 bit, maka subnet bisa memiliki panjang network ID yang berbeda-beda.

    Subnetting IP Kelas B

    Disini kita akan melakukan subnetting pada IP Kelas B dimana kita akan mencari 12 Network ID yang akan digunakan dalam jaringan. Yang pertama kali kita lakukan adalah mencari dimanakah letak dari 12 Network ID tersebut. Yaitu dengan cara melakukan pendekatan terhadap bilangan-bilangan biner. Sebelumnya IP Kelas B memiliki netmask sebesar 255.255.0.0 dimana setiap oktek terdiri dari 8 digit bilangan biner. Berikut akan dijelaskan cara mencari 12 Network ID pada IP Kelas B.

    Gambar 1
    8 digit per oktet dalam Alamat IP

    Selanjutnya ke-12 Network ID tersebut berada diantara digit ke 4 sampai 5 atau diantara 8 dan 16. Network ID tersebut akan berada seperti gambar dibawah ini :


    Gambar 2
    Letak 12 Network ID

    Setelah kita mengetahui letak dari ke-12 Network ID tersebut. Maka hal selanjutnya yang kita lakukan adalah menghitung jumlah Network ID yang dapat dibentuk untuk kelas B. Yaitu dengan cara membaginya kedalam bentuk oktet-oktet sebanyak 4 oktet. Oktet yang akan kita gunakan untuk mencari jumlah Network ID yang akan dibentuk adalah oktet ke tiga. Sebagai contoh lihat gambar dibawah :


    Gambar 3
    Letak oktet yang akan digunakan

    Kemudian bagi oktet tersebut menjadi 2 bagian, sebelum kita membagi kita ambil nilai tertinggi seperti Gambar 2 yaitu dengan nilai 16. Setelah mendapatkan digit tersebut maka bagi menjadi 2 bagian sebelum nilai 16 (nilai 8). Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah :


    Gambar 4
    Letak nilai 16

    Setelah kita membagi oktet tersebut menjadi 2 bagian maka kita isi dengan menggunakan tabel. Dimana masing-masing ruas kita isi dengan nilai berurut pada nilai bilangan biner. Untuk ruas sebelah kiri atau ruas nilai 16 tadi kita isi mulai dari 0000 dan untuk ruas kanan kita isi dengan nilai 1111. Maksudnya adalah Network ID pertama yang terbentuk mulai dari N.N.0.0 sampai N.N.15.255. Untuk nilai selanjutnya kita isi berurut, untuk ruas kiri sebelumnya berisi 0000 atau jika kita konversi bernilai nol, kali ini kita isi dengan 0001 yaitu akan bernilai 1, tetapi pada ruas kiri akan bernilai 16. Namun untuk ruas kanan nilainya tetap dengan 1111. Jadi untuk Network ID kedua yang terbentuk mulai dari N.N.16.0 sampai N.N.31.255. Begitu selanjutnya sampai didapatkan 12 Network ID yang kita inginkan. Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini :


    Gambar 5
    Tabel Nilai Biner

    Setelah kita masukkan kedalam tabel seperti diatas, selanjutnya kita representasikan kedalam bentuk Alamat IP Kelas B dengan range yang telah tertera pada tabel. Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini :


    Gambar 6
    Tabel Jangkauan Network ID

    Terbentuklah Network ID yang dapat digunakan untuk IP Kelas B.

    Nama : Refsus Saefudin
    NPM : 50407697
    Kelas : 4IA12
    Tugas : Jaringan Komputer Lanjut

    Senin, 01 November 2010

    SII (Strategy of Information Integration)



    Banyak perusahaan saat ini mengalami masalah tentang sistem informasi yang berbeda didalam perusahaannya. Kunci permasalahan terjadinya fenomena tersebut pada dasarnya terletak pada kesalahan pemilihan pendekatan atau metodologi proses terkait.

    Metodologi yang dipergunakan harus mampu menjawab berbagai kendala teknis maupun non teknis yang seyogiyanya dijumpai pada setiap isu penggabungan. Artinya, metodologi yang dipakai harus dibangun dengan memperhatikan berbagai aspek yang dimaksud tersebut.

    Dengan adanya peristiwa diatas terjadi masalah sebagai berikut:

    1. Terjadinya merger atau akuisisi antar dua atau sejumlah organisasi dalam berbagai industri vertikal, seperti : perbankan, asuransi, manufaktur, pendidikan.

    2. Restrukturisasi korporasi yang dilakukan dengan mengubah pola relasi anak perusahaan dalam sebuah konsorsium grup usaha.

    3. Strategi kerja sama berbagai institusi pemerintah secara lintas sektoral untuk meningkatkan kinerja birokrasi.

    4. Tuntutan mitra usaha baik dalam dan luar negeri untuk meningkatkan kualitas aliansi dan kolaborasi .


    Adanya berbagai fenomena tersebut secara tidak langsung memberikan dampak bagi manajemen organisasi, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber dayanya masing-masing. Artinya adalah bahwa, dua atau lebih sistem informasi yang ada harus diupayakan untuk ”diintegrasikan”. Terkait dengan hal ini, pengalaman membuktikan bahwa proses tersebut tidaklah sesederhana yang dipikirkan. Lamanya proses integrasi dan sering kandasnya usaha tersebut menggambarkan tingkat kesulitan atau kompleksitas usaha integrasi yang dimaksud.

    Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan diatas maka diperlukan sebuah penyelesaian dengan pendekatan seperti berikut ini :



    Tahap I: Eksploitasi Kapabilitas Lokal

    Pada tahap ini, kita melakukan pengembangan maksimal terhadap kapabilitas sistem informasi masing-masing organisasi. Tujuannya adalah untuk memahami secara sungguh-sungguh batasan maksimal kemampuan sistem informasi dalam menghasilkan kebutuhan manajemen strategis dan operasional organisasi yang bersangkutan – baik dilihat dari segi keunggulannya maupun keterbatasannya.

    Output/keluaran dari tahap ini adalah pemahaman akan keunggulan dan keterbatasan sistem informasi yang dimiliki organisasi dalam hal memenuhi visi dan misi organisasi yang bersangkutan maupun dalam kaitannya dengan kebutuhan organisasi mitra lainnya yang diajak bekerjasama.


    Tahap II: Melakukan Soft Integration

    Setiap kerjasama atau kolaborasi dua atau lebih organisasi kerap mendatangkan kebutuhan baru. Dan ketika kebutuhan bersama ini muncul, seringkali tidak dapat dipenuhi oleh sebuah sistem informasi yang dimiliki salah satu anggota konsorsium. Karena Tahap I yaitu kajian kapabilitas sudah dilakukan, tidak akan ada satu organisasi pun yang berani ”berbohong” bahwa hanya sistem informasinyalah yang dapat menyediakan kebutuhan kerjasama konsorsium.

    Pada saat kebutuhan baru ini berhasil didefinisikan secara jelas, masing-masing organisasi melalui CIO-nya (CIO = Chief Information Officer) – atau personal dengan otoritas tertinggi di bidang sistem informasi – berkumpul dan berdiskusi bersama untuk mencari jalan keluar pemenuhan kebutuhan yang ada. Secara tidak langsung, dalam proses ini, cetak biru arsitektur masing-masing sistem informasi dapat mulai saling diperkenalkan dan dipertukarkan.

    Jika hal ini berhasil dilakukan, maka tahap yang tersulit dalam integrasi, yaitu duduk bersama untuk memikirkan kepentingan yang lebih besar berhasil dilalui. Pada saat inilah sebenarnya hakekat ”integrasi” telah dilakukan. Secara teknis yang biasa dihasilkan adalah ide-ide solusi dalam bentuk penambahan sejumlah entitas atau komponen sebagai jembatan antara satu sistem dan sistem lainnya tanpa harus merusak masingmasing sistem informasi yang telah dianggap baik bekerja oleh setiap organisasi yang ada.

    Keluaran yang sesungguhnya dalam tahap ini adalah kepercayaan dan kesadaran akan perlunya kerjasama untuk memecahkan solusi.

    Tahap III: Membagi Sumber Daya Organisasi

    Ketika skenario pada tahap kedua telah berjalan dengan baik, langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi seberapa efisien dan optimum solusi tersebut berhasil dibangun terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan beraneka ragam sumber daya organisasi.

    Sekali lagi para CIO akan berkumpul dan melihat bahwa banyak peluang untuk meningkatkan kinerja solusi yang dihasilkan dengan adanya ”sharing”. Misalnya menggunakan server dari organisasi A, aplikasi dari organisasi B, database dari organisasi C, jaringan dari organisasi D, dan lain sebagainya. Semua itu terjadi sebagai dampak kehendak untuk mencari solusi yang terbaik, sehingga seluruh CIO merasa tertantang intelejensianya dalam menghasilkan sistem yang dimaksud. Keluaran terpenting dari tahap ini adalah mulai bergesernya pemikiran-pemikiran yang didominasi oleh faktor emosional ke ide-ide brilian yang dipandu oleh pemikiran rasional.

    Tahap IV: Mendesain Ulang Arsitektur Organisasi

    Ketika konsorsium organisasi tersebut harus berurusan dengan pemenuhan kebutuhan pemilik kepentingan eksternal, seperti misalnya pelanggan atau publik, maka proses yang cepat, berkualitas, dan murah adalah yang menjadi dambaan mereka. Hal tersebut tidaklah mungkin terjadi jika secara lintas organisasi tidak dilakukan aktivitas redesain proses.

    Di sinilah tahap penentu integrasi diuji kembali, karena yang akan terlibat tidak sekedar para CIO, melainkan pimpinan nomor satu dari masing-masing organisasi.

    Biasanya yang dilakukan adalah para CIO melakukan kajian terlebih dahulu, dan mendesain arsitektur baru yang dipresentasikan kepada para pimpinan dengan sebuah pesan yaitu desain terkait dapat dan mungkin diterapkan oleh beragam organisasi tersebut. Keluaran dari tahap terberat ini adalah kesepakatan untuk melakukan kolaborasi secara lebih jauh, yaitu dengan memperhatikan nilai (atau value) dari pemegang kepentingan utama dari seluruh organisasi yang berkolaborasi.

    Tahap V: Optimalkan Infrastruktur

    Rancangan beraneka ragam proses baru yang dihasilkan pada tahap sebelumnya tidaklah akan berjalan secara efektif, efisien, optimal, dan terkontrol dengan baik apabila secara fundamental tidak dilakukan penyesuaian terhadap infrastruktur organisasi yang ada.

    Proses optimalisasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan organisasi dengan batasan tetap dijaganya kinerja masing-masing sistem informasi untuk melayani organisasi yang ada secara vertikal.

    Keluaran dari tahap optimaliasi ini adalah sebuah sistem informasi terpadu yang dapat bekerja secara efektif melayani kepentingan vertikal maupun horisontal. Dan tentu saja yang tidak kalah pentingnya, yaitu semakin eratnya relasi antar organisasi yang berkolaborasi setelah melewati sejumlah tahap sebelumnya.

    Tahap VI: Transformasi Organisasi

    Tahap terakhir yang akan dicapai sejalan dengan semakin eratnya hubungan antar organisasi adalah transformasi masing-masing organisasi. Transformasi yang dimaksud pada dasarnya merupakan akibat dari dinamika kebutuhan lingkungan eksternal organisasi yang memaksanya untuk menciptakan sebuah sistem organisasi yang adaptif terhadap perubahan apapun.

    Sejumlah hal baru akan tumbuh menggantikan sesuatu yang telah lama dianut, misalnya:
    1. Transformasi dari organisasi berbasis struktur dan fungsi menjadi organisasi berbasis proses;
    2. Transformasi dari organisasi berbasis sumber daya fisik menjadi organisasi berbasis pengetahuan;
    3. Transformasi dari organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan internal
    4. menjadi organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan eksternal; dan lain-lain.

    Tahap setelah Integrasi

    Dari berbagai tahap yang telah dijelaskan diatas terlihat bahwa proses integrasi merupakan sebuah strategi transisi yang terjadi secara alami, bukan dipaksakan oleh satu atau dua kubu kepentingan tertentu. Dalam prakteknya, rangkaian tahapan tersebut akan berlangsung membentuk siklus hidup yang berlanjut, sejalan dengan keinginan setiap organisasi untuk selalu memperbaiki kinerjanya dari waktu ke waktu. Tentu saja setelah melalui proses evaluasi dan pembelajaran yang terjadi secara kontinyu dan berkesinambungan.


    Sumber 1

    CIM (Corporate Information Management)



    Sistem Informasi Manajemen (SIM). Anda pasti pernah mendengarnya. Dalam bayangan mungkin berhubungan dengan perusahaan-perusahaan. besar. Pendapat ini memang tak salah, namun SIM juga tak hanya sering digunakan oleh perusahaan, lembaga pendidikan seperti universitas juga menggunakan SIM.

    SIM adalah serangkaian sub-sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi yang secara rasional mampu menstransformasikan data sehingga menjadi informasi dengan berbagai cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajer dasar kriteria mutu yang telah ditetapkan . Dengan kata lain SIM adalah sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang sama. Dalam teori SIM, komputer bukan prasyarat mutlak bagi sebuah SIM, namun dalam praktek SIM yang baik tidak akan ada tanpa bantuan kemampuan pemrosesan computer. Bagaimanapun untuk melakukan koordinasi dalam SIM akan lebih terbantu jika melibatkan computer.


    Sedangkan untuk CIM itu sendiri merupakan kepanjangan dari Corporate Information Management biasa di kenal dengan istilah bahasa indonesia sebagai Manajemen Informasi Dalam Perusahaan.
    Berikut ini terdapat gambar yang menjelaskan tentang CIM itu sendiri.



    Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa sebuah manajemen perusahaan adalah proses pembentukan dari :

    1. Membuat rasa Strategis

    Korporasi menghadapi massa informasi yang dihasilkan luar informasi. Sebuah kekayaan potensi untuk mengidentifikasi tren perubahan, penting bagi organisasi, yang tersembunyi dalam berbagai sumber informasi eksternal. manajemen informasi perusahaan bertugas untuk mengidentifikasi kredibel dan relevan sumber informasi eksternal dan membangun sistem rasa dan respon yang memungkinkan tren bisnis melacak dan memberikan informasi yang diinterpretasikan untuk respon tindakan yang tepat.

    2. Perencanaan untuk kebutuhan masa depan

    Perubahan telah menjadi bagian dari bisnis normal. Sebagian besar perusahaan korporasi memiliki berbagai proyek mendorong inisiatif bisnis baru. Ketika sebuah proyek mengubah cara bisnis melakukannya hampir selalu menyiratkan bahwa akan ada kebutuhan informasi baru. Sebuah proses bisnis baru yang perlu dipantau dan informasi yang diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan. inisiatif baru selalu membawa dengan mereka elemen risiko. Kunci keberhasilan pelaksanaan inisiatif strategis adalah untuk merencanakan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan informasi baru.

    3. Meningkatkan nilai utilitas informasi yang tersedia

    Bisnis adalah didukung oleh siklus hidup informasi. Informasi persyaratan yang mendefinisikan, informasi ditangkap, informasi didistribusikan ke titik kebutuhan dan akhirnya informasi tersebut didistribusikan ke titik pengambilan keputusan. Nilai utilitas informasi didasarkan pada apakah informasi yang meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses operasional. Utility sering merupakan fungsi dari relevansi, akurasi, kelengkapan dan ketepatan waktu dengan mana informasi ini tersedia di titik kebutuhan. Nilai utilitas informasi Namun lebih dari relevansi, dll akurasi karena juga tergantung pada seberapa baik orang dilengkapi untuk menggunakan informasi. manajemen informasi perusahaan harus memastikan bahwa proses berada di tempat untuk memastikan bahwa kualitas tinggi lahan informasi di tangan orang-orang berkualitas tinggi. Dalam ini bertujuan perbedaan antara Teknologi Informasi dan sumber daya manusia mengaburkan. Pada dasarnya manajemen informasi perusahaan menjamin proses bisnis dialog perbaikan berkesinambungan antara bisnis dan Teknologi Informasi untuk memastikan informasi yang tepat tersedia untuk mengamankan ia kelancaran proses bisnis.

    4. Menghilangkan informasi yang berlebihan

    Kutukan dari era informasi adalah kelebihan informasi. Di hampir setiap organisasi masih ada perangkat lunak modul berjalan dan membuat laporan yang tidak ada orang yang tertarik dalam manajemen informasi perusahaan harus mengidentifikasi informasi apa yang benar-benar dibutuhkan dalam bisnis ini dan informasi apa yang seharusnya tidak lagi diberikan. Dengan sengaja mengelola dari sumber-sumber informasi yang telah menjadi berlebihan biaya teknologi informasi dapat dikurangi tajam.

    5. Memastikan untuk undang-undang

    Legislasi adalah penangkapan dengan kekhasan era informasi. Legislasi menuntut bahwa suatu perusahaan melindungi informasi klien terhadap penyalahgunaan. undang-undang lainnya adalah di tempat untuk mengamankan hak pemegang saham untuk memiliki akses ke informasi yang berkualitas untuk membuat keputusan investasi. manajemen informasi perusahaan harus terus-menerus menginterpretasikan persyaratan hukum dan memastikan bahwa semua langkah berada di tempat untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang.

    6. Meningkatkan laba atas investasi di teknologi informasi

    Pengembalian investasi menunjukkan peningkatan jumlah pendapatan yang dihasilkan, penurunan biaya teknologi informasi dan pengurangan risiko bisnis. manajemen informasi perusahaan memastikan bahwa setiap potensi sumber daya teknologi informasi adalah sepenuhnya dieksploitasi oleh bisnis. Sebuah value driver utama bagi manajemen informasi perusahaan adalah untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh informasi di perusahaan dengan memastikan bahwa informasi yang cukup terlindung dari penyalahgunaan dan pelecehan.


    Sumber 1
    Sumber 2